Peran Koperasi Bawang Merah Belum Optimal

September 12, 2017, oleh: superadmin

 
Koperasi khusus Komoditas Bawang Merah dalam proses pemasaran di Pulau Jawa belum berjalan optimal. Fasilitas berbadan hukum ini belum mampu bersaing dengan pengusaha lapak besar yang membeli dari penebas yang menyebabkan panjangnya rantai pemasaran. Dampaknya mengakibatkan harga jual bawang merah yang tinggi di tangan konsumen. Selain itu, petani mengalami harga pembelian yang rendah akibat permainan harga oleh pelaku rantai pemasaran sebelum sampai ke konsumen akhir.
“Jadi ada permainan harga di tangan bandar yang membeli bawang milik produsen. Disitu harga pembelian lima belas ribu bisa turun sampai delapan ribu”, kata Dr Susanawati, S.P, M.P saat Diskusi Publik Fakultas Pertanian, pada Sabtu (9/9) siang, di Gedung AR Fachruddin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Struktur hubungan rantai pasok pasokan Bawang Merah dari Kabupaten Cirebon dan Brebes ke Jakarta harus melewati delapan pelaku rantai pemasaran dan pasokan Kabupaten Nganjuk melewati tujuh pelaku. Panjangnya rantai pemasaran membuat harga beli di kosumen tinggi mesti memiliki banyak stok. Harga beli yang tinggi akibat peran bersama pelaku di berbagai tingkat rantai pemasaran dalam menentukan harga masing-masing.
Hasil penelitian disertasinya menunjukan bahwa sebelum sampai ketangan konsumen, komoditi dari tiga kabupaten sentra Bawang Merah di Pulau Jawa tersebut ditampung melalui bandar di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta Timur. “Pedagang Bawang Merah di Jakarta tidak beli dari produsen tetapi melalui centheng yang menyalurkan pembelian ke bandar besar. Disana kurang lebih terdapat empat puluhan orang yang jadi bandar.” katanya.
Dalam kegiatan saluran pemasaran di ketiga kabupaten masuk dalam kategori lancar. Sebaliknya ditemukan aliran uang tidak lancar terjadi di Kabupaten Cirebon dan kurang lancar terjadi di PIKJ. Selain itu aliran informasi mengenai komoditi bawang merah tidak lancar antara pengirim di Kabupaten Brebes dengan bandar serta pedagang pengumpul dalam skala besar di Kabupaten Nganjuk dengan bandar PIKJ. Aliran informasi yang kurang lancar terjadi diantara petani dengan calo dan calo dengan pengusaha lapak.
Integrasi pasar produsen di Kabupaten Nganjuk dan PIKJ tergolong kuat. Jika terjadi gejolak harga beli dalam kurun waktu enam bulan sudah terjadi penyesuaian kearah keseimbangan. Penyesuaian harga pasar di Kabupaten Cirebon dengan PIKJ tergolong lama yakni diantara delapan sampai sembilan bulan.
Selain koperasi, peran pemerintah perlu ditingkatkan dalam teknologi budidaya di sektor usaha tani Bawang Merah yang mampu menyediakan stok komoditi di pasaran. Hasil panen yang berlimpah sebagai alternatif untuk mengurangi fluktuasi harga pada pasar produsen. Perdagangan internasional yang melakukan penawaran impor perlu dibatasi jumlahnya untuk menciptakan keamanan pasar dalam negeri. (Gumido WR)